Senin, 04 Juli 2011

Pesan SPIRITUALITAS PELAYANAN TERHADAP PASIEN

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI
UNTUK HARI ORANG SAKIT SEDUNIA Ke-18


11 Februari 2010
Saudara-saudari terkasih,


pope_benedict(12).jpg Orang Sakit Sedunia ke-18 akan dirayakan di Basilika Vatikan pada tanggal 11 Februari yang akan datang dengan liturgi  Bunda Maria dari Lourdes. Selain bertepatan dengan ulang tahun ke-25 Lembaga Dewan Kepausan untuk Tenaga Pelayanan Kesehatan (DKTPK) alasan lain adalah untuk bersyukur kepada Tuhan atas pelayanan DKTPK selama ini di bidang pastoral pelayanan kesehatan. Saya dengan sungguh-sungguh berharap bahwa peristiwa ini akan menjadi kesempatan untuk memberi lebih banyak dorongan kerasulan untuk melayani orang-orang sakit dan mereka yang merawat orang sakit.
paus-benedictus.jpg 

Dengan peringatan Hari Orang Sakit Sedunia setiap tahun, Gereja bermaksud untuk melaksanakan tugas tersebut seluas-luasnya, yaitu meningkatkan kesadaran komunitas-komunitas Gerejani akan pentingnya pelayanan pastoral dalam dunia pelayanan kesehatan. Pelayanan ini merupakan bagian integral dari peran Gereja yang terukir dalam misi keselamatan Kristus sendiri. Dia, Sang Tabib Ilahi, “berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis (Kis. 10:38). Dalam misteri Sengsara, Wafat dan Kebangkitan-Nya, penderitaan manusia menemukan makna dan cahaya kepenuhannya. Dalam surat Apostoliknya Salvifici Doloris, abdi Allah, Paus Yohanes Paulus II memberikan pesan-pesan yang mencerahkan dalam surat tersebut. “Penderitaan manusiawi, telah mencapai puncaknya dalam kesengsaraan Kristus”, tulis beliau . “Dan pada saat yang sama telah memasuki dimensi yang sama sekali baru dan suatu tatanan baru : penderitaan ini berkaitan dengan kasih ... dengan kasih yang menciptakan kebaikan, juga kasih yang menyingkirkan kejahatan melalui penderitaan, karena kebaikan tertinggi dari Penebusan dunia berasal dari Salib Kristus. Salib Kristus telah menjadi suatu sumber bagaikan sungai-sungai yang mengalirkan air hidup” (N.18).
Pada Perjamuan Malam Terakhir, sebelum kembali
kepada Bapa, Tuhan Yesus berlutut untuk mencuci kaki para Rasul, mengantisipasi tindakan kasih paling agung di Salib. Dengan tindakan ini Dia mengundang para Murid untuk masuk ke dalam pemahaman kasih yang sama yang diberikan khususnya kepada yang paling hina dan membutuhkan (bdk. Yoh.13:12-17). Dengan mengikuti teladan-Nya, setiap orang Kristen dipanggil untuk menghidupkan kembali, di dalam konteks yang berbeda dan selalu baru, perumpamaan orang Samaria yang baik hati, yang sedang melewati seorang pria yang ditinggalkan oleh perampok setengah mati di pinggir jalan, “dia melihatnya dan tergeraklah hatinya oleh belas kasihan, lalu menghampirinya dan membalut luka-lukanya, menyiraminya dengan minyak dan anggur; kemudian dia menaikkannya ke atas keledai tunggangannya dan membawa dia ke penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: “Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.” (Bdk. Luk.10:33-35).
Di akhir perumpamaan itu, Yesus berkata : “Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Luk.10:37). Kata-kata ini juga Yesus tujukan kepada kita. Yesus mendesak kita untuk membungkuk kepada begitu banyak saudara-saudari kita yang luka secara fisik dan mental yang kita temui di jalan-jalan raya dunia. Dia membantu kita mengerti bahwa dengan rahmat Tuhan, menerima dan bertahan dalam hidup kita sehari-hari, pengalaman sakit dan menderita tersebut dapat menjadi sekolah harapan. Sebenarnya, seperti saya katakan di dalam Ensiklik Spe Salvi, “Bukan dengan mengelak atau melarikan diri dari penderitaan kita sembuh, tetapi lebih oleh kemampuan kita untuk menerimanya, menjadi dewasa melaluinya dan menemukan makna melalui persatuan dengan Kristus, yang menderita dengan kasih yang tak terhingga” (N. 37).
Konsili Ekumenis Vatikan II telah menyadarkan kembali tugas penting Gereja untuk memperhatikan penderitaan manusia. Di dalam Konstitusi dogmatik Lumen Gentium kita membaca bahwa “Kristus diutus Bapa “untuk membawa Kabar Baik kepada orang-orang miskin ... menyembuhkan hati yang menyesal (Luk.4:18), untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk.19:10) ... Dengan cara yang sama, Gereja melayani dengan kasihnya semua orang yang sedih karena kesengsaraan manusia dan dia mengenali di dalam orang-orang yang miskin dan menderita, gambaran kemiskinannya dan penderitaan Sang Pendiri. Gereja melakukan semua itu dengan kekuatannya untuk meringankan kebutuhan mereka dan di dalam mereka dia berusaha melayani Kristus” (N.8). Tindakan kemanusiaan dan rohani komunitas Gerejani bagi orang-orang sakit dan menderita telah ditunjukkan selama berabad-abad dalam banyak bentuk dan struktur pelayanan kesehatan, termasuk ciri khas kelembagaannya. Di sini saya ingin mengingatkan kembali komunitas-komunitas yang langsung dikelola oleh keuskupan-keuskupan dan mereka yang lahir dari kemurahan hati berbagai lembaga religius. Ini adalah “warisan” yang berharga yang berhubungan dengan kenyataan bahwa “kasih... perlu diorganisir sebagai syarat untuk pelayanan bersama secara teratur” (Ensiklik Deus Caritas Est, N. 20). Pembentukan lembaga Dewan Kepausan untuk Tenaga Pelayanan Kesehatan 25 tahun yang lalu adalah untuk memenuhi keprihatinan Gereja bagi dunia kesehatan. Dan saya harus mengatakan lebih lanjut bahwa dalam sejarah dan kebudayaan, saat ini kita rasakan bahwa begitu besar kebutuhan akan kehadiran Gereja yang penuh perhatian dan berjangkauan luas untuk mendampingi mereka yang sakit, dan juga kehadiran Gereja dalam masyarakat yang dapat secara efektif menyampaikan nilai-nilai Injili yang melindungi kehidupan manusia dalam semua tahapnya, dari pembuahan hingga kematian secara alamiah.
Di sini saya akan menyampaikan Pesan untuk orang-orang Miskin, Sakit dan Menderita yang oleh Bapak-bapak Konsili ditujukan kepada dunia di penghujung Konsili Ekumenis Vatikan II : “Kamu semua yang merasa berbeban Salib berat,” kata mereka “kamu yang menangis... kamu korban-korban penderitaan yang tak dikenal, tabahkanlah hatimu. Kamulah anak-anak Kerajaan Allah yang terpilih, Kerajaan harapan, kebahagiaan dan hidup. Kamu adalah saudara-saudara Kristus yang menderita, dan bersama Dia, jika kamu berkenan, kamu dapat menyelamatkan dunia” (Dokumen-dokumen Vatican II, Walter M. Abbot, SJ). Dengan hangat saya berterima kasih kepada mereka yang setiap hari “melayani orang-orang sakit dan menderita”, agar “kerasulan belas kasih Tuhan menjadi semakin efektif menanggapi harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat” (Bdk. Yohanes Paulus II, Konstitusi Apostolik Pastor Bonum, Art. 152).
Dalam Tahun Imam ini, pikiran saya tertuju secara khusus kepada Anda, para Imam terkasih, “Duta orang-orang Sakit”, tanda dan sarana belas kasihan Kristus yang harus menggapai setiap orang yang didera oleh penderitaan. Saya menghimbau Anda, para Uskup terkasih, untuk bekerja keras dalam memberi mereka perhatian dan penghiburan. Semoga waktu yang dihabiskan untuk berada di samping mereka yang sedang menjalani pencobaan melahirkan buah-buah rahmat untuk semua orang, itulah dimensi lain dari pelayanan pastoral. Akhirnya saya ingin berbicara kepada kalian, orang-orang sakit terkasih dan saya minta kalian berdoa dan mempersembahkan penderitaan kalian untuk para imam, supaya mereka boleh melanjutkan untuk setia pada panggilan mereka dan pelayanan mereka menjadi kaya dengan buah-buah rohani demi kepentingan seluruh Gereja.

Dengan perasaan yang mendalam, saya memohon, untuk orang-orang sakit, juga untuk semua yang merawat mereka, perlindungan keibuan Bunda Maria Salus Infirmorum, dan saya dengan sepenuh hati memberi Berkat Apostolik kepada mereka semua.
Dari Vatikan, 22 November 2009,
pada Hari Raya Kristus Raja


Benediktus PP XVI

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Pesan Pastoral Sidang KWI 2009
ftsamausk.jpgPerihal “Karya Evangelisasi Gereja Katolik Indonesia di Bidang Kesehatan”Pangkal Refleksi Kita
Hari studi KWI yang diadakan pada tanggal 2 – 4 November 2009 mengambil tema “Wajah Misi kita di bidang Kesehatan: Refleksi KWI atas Karya Evangelisasi Gereja Katolik Indonesia di Bidang Kesehatan”. Para peserta sidang yang terdiri atas para Uskup, utusan keuskupan, utusan lembaga kesehatan yang diselenggarakan baik oleh keuskupan-keuskupan maupun tarekat, Perdhaki (Persatuan Dharma Karya Kesehatan Indonesia), KOPTARI (Konferensi Pimpinan Tarekat Religius Indonesia), UNIO Indonesia (Paguyuban Imam Diosesan Indonesia), telah terlibat secara sungguh-sungguh dalam tukar pikiran dan pengalaman. Pada hari-hari studi tersebut, para peserta melihat kembali karya evangelisasi Gereja Katolik Indonesia di bidang kesehatan. Disadari bahwa karya pelayanan kesehatan yang telah lama dikerjakan oleh Keuskupan-keuskupan maupun tarekat religius, merupakan bagian tak terpisahkan dari panggilan dan perutusan Gereja untuk mewartakan Kerajaan Allah. Karya ini juga merupakan perwujudan nyata kepedulian Gereja akan persoalan pembangunan kesehatan masyarakat.
Para peserta hari studi menyadari sepenuhnya bahwa karya kesehatan ada karena kita berguru pada Yesus yang menyembuhkan demi pewartaan Kerajaan Allah. Karya ini strategis karena langsung mewujudkan kasih dan perhatian Allah kepada mereka yang menderita. Karena itu, karya ini harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, penuh keramah-tamahan, kasih sayang, dan menyeluruh (holistik) karena sakit yang diderita seseorang bukanlah hanya mengena pada fisiknya melainkan juga keseluruhan eksistensinya (bdk. Dolentium Hominum, 2). Kalau kita melihat sakit dan penderitaan secara lebih dalam, kita menyadari bahwa hal itu lebih daripada sekedar persoalan medis tetapi langsung menyentuh hakikat manusia (bdk. Gaudium et Spes, 10). Hakikat manusia ini pula yang menjadikan karya kesehatan mempunyai sisi insani sekaligus ilahi. Bagi kita, penebusan Kristus dan rahmat penyelamatan-Nya sungguh-sungguh menyentuh manusia seutuhnya, khususnya mereka yang lemah, sakit, menderita dan sedang di ambang kematian.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Gereja Katolik Indonesia dalam tahun-tahun terakhir ini mengalami tantangan baik dari dalam maupun dari luar, karena keadaan-keadaan baru yang semakin kompleks. Tantangan dari dalam muncul kemungkinan sebagai dampak dari melemahnya spiritualitas dan semangat pengabdian, kurangnya kompetensi tenaga kesehatan, pengelolaan yang kurang memenuhi tuntutan profesionalitas dan kurangnya dana. Tantangan ini menyadarkan kita untuk segera memperbaiki diri dari dalam. Sedangkan tantangan yang berasal dari luar antara lain perundang-undangan dan peraturan pemerintah, munculnya teknologi kesehatan yang baru seperti alat-alat medis yang baru serta pengembangan sel punca demi pengobatan, aneka penyakit baru, kemunculan banyak rumah sakit baru yang semakin modern dan berorientasi kuat pada keuntungan, serta rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat. Adanya peraturan perundang-undangan yang baru, teknologi kesehatan dan penyakit mutakhir menuntut kita untuk menyesuaikan diri, meningkatkan kemampuan penanganannya, dengan tetap berpegang pada iman dan moral Katolik yang menyayangi kehidupan. Munculnya banyak pelayanan kesehatan baru menuntut kita untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien yang berdasarkan kasih. Semua itu mendorong kita untuk dengan bersemangat memikirkan kembali peningkatan mutu dan keterjangkauan karya kesehatan ini serta selalu menimba kembali spiritualitas pelayanan kesehatan Katolik yang berasal dari Yesus Kristus sendiri.
Menggugah Kesadaran kita
Mempertahankan hidup dan mengembangkan kesehatan merupakan hak sekaligus kewajiban manusia. Semakin disadari bahwa semua pihak mempunyai kewajiban untuk ambil bagian dalam memajukan kesehatan masyarakat dengan langkah-langkah terencana . Langkah-langkah tersebut antara lain meliputi penyuluhan dan penyadaran masyarakat agar semakin banyak anggota masyarakat yang bertanggung jawab terhadap kesehatannya dan menumbuh-kembangkan solidaritas agar seturut hukum kasih, yang kuat membantu yang lemah. Diperlukan upaya dan prakarsa baru untuk membantu agar semakin banyak anggota masyarakat yang bisa ditolong
Tanggung jawab pemerintah untuk memajukan kesehatan masyarakat pun telah diusahakan dengan baik. Tercatat program-program yang tertuju kepada warga masyarakat yang kecil, antara lain Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), Askeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin). Pilihan mendahulukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin ini menjadi orientasi pelayanan kesehatan Katolik juga. Karena itu, perlu dijalin kerja sama antara karya kesehatan Katolik dan pemerintah. Kerjasama ini diperlukan untuk menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan kita dan juga keterjangkauannya khususnya bagi mereka yang miskin dan kurang mendapatkan pelayanan.
Pembaharuan yang Diperlukan
Yang diperlukan pertama-tama ialah pembaharuan spiritualitas yang harus terwujud dalam visi, misi, dan pelaksanaan karya kesehatan Katolik yang berdasar pada iman dan moral Katolik. Pembaharuan spiritualitas ini mutlak perlu supaya sungguh terwujud pelayanan kesehatan Katolik yang bermutu dan menjangkau semua orang tanpa membeda-bedakan keadaannya serta tetap mengutamakan pelayanan kepada mereka yang miskin. Untuk itulah kami berpesan kepada pelbagai pihak agar:
Menggali kembali spiritualitas pelayanan pada karya kesehatan Katolik yang berdasarkan Injil, dan mengimplementasikannya dalam pelayanan yang nyata.
Semakin menyadari bahwa karya pelayanan kesehatan adalah bagian integral pelayanan Gereja yang mengandung misi pewartaan Kerajaan Allah.
Setia kepada visi dan misi pelayan dan institusi kesehatan yang sayang akan kehidupan, menghormati harkat dan martabat manusia dan menempatkan pasien sebagai “tamu Ilahi” yang dilayani dengan ramah tamah dan keikhlasan.
Meningkatkan kerja sama antar lembaga pelayanan kesehatan Katolik agar semakin terwujud solidaritas dan subsidiaritas.
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan senantiasa menjaga keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi mereka yang miskin dan sakit.
Setia kepada pelayanan kesehatan yang berdasarkan kasih dan bukan semata-mata demi keuntungan.
Memberdayakan masyarakat agar masyarakat semakin aktif untuk bertanggung jawab atas kesehatannya.
Mencari kemungkinan-kemungkinan penggalangan dana masyarakat maupun kemandirian masyarakat itu sendiri untuk menjamin kesehatan mereka.
Pembaharuan tersebut tidak bisa diserahkan hanya kepada salah satu pihak saja tetapi kepada semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan. Sidang menghendaki agar perubahan itu merupakan tanggungjawab dan dikerjakan bersama di bawah pimpinan uskup. Kunci perubahan itu terletak pada pembaruan komitmen pelayanan, panggilan serta perutusan Gereja untuk mewartakan Kerajaan Allah melalui pelayanan kesehatan.
Harapan dan Ucapan Terima Kasih
Kami para Uskup Indonesia berharap agar pesan ini menyapa dan menyemangati semua pihak yang terlibat dalam pelayanan Kesehatan Katolik di seluruh Indonesia, agar dengan tekun dan setia mencari cara terbaik untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanannya.
Pada kesempatan ini pula kami secara tulus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan, khususnya:
Keuskupan-keuskupan, tarekat-tarekat religius pemilik pelayanan kesehatan yang kendati mengalami pelbagai masalah namun terus berusaha untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Para tenaga kesehatan dan tenaga penunjang karya kesehatan – baik yang bekerja di lembaga-lembaga pelayanan kesehatan Katolik maupun lembaga-lembaga pelayanan kesehatan umum - yang telah berusaha melayani sebaik-baiknya serta setia untuk mewujudkan iman dan moral Katolik melalui pelayanan kesehatan berdasarkan suara hati demi kemanusiaan.
Para pastor paroki, dewan paroki, dan seluruh umat yang dengan berbagai cara telah mendorong, menopang dan mengembangkan pelayanan Kesehatan Katolik di wilayah kerja masing-masing.
Kami berharap semoga kehadiran pelayanan Kesehatan Katolik di tengah masyarakat, semakin mempertegas sikap Gereja Katolik Indonesia untuk mengambil bagian dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai perwujudan nyata iman akan Allah yang berbelaskasih kepada mereka yang sakit dan menderita. Dalam dan melalui karya kesehatan ini, semoga Kabar Suka Cita semakin dialami oleh semakin banyak orang. Semoga Tuhan memberkati usaha baik kita.
Jakarta, 12 November 2009
Konferensi Waligereja Indonesia
Mgr. J.M. Pujasumarta (Sekretaris KWI)
Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap. (Ketua)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pesan UNTUK HARI ORANG SAKIT SEDUNIA KE-19
11 Februari 2011
“OLEH BILUR-BILURNYA KAMU TELAH SEMBUH” (1 Pet 2:24)
Saudara saudari terkasih,
Setiap tahun, Gereja memperingati Hari Orang Sakit Sedunia pada Peringatan Santa Perawan Maria dari Lourdes , yang biasanya dirayakan pada setiap tanggal 11 Februari. Hal ini, sebagaimana diharapkan oleh Venerabilis Paus Yohanes Paulus II, merupakan kesempatan yang baik dan tepat untuk merenungkan misteri penderitaan, terutama untuk mengajak komunitas-komunitas gerejani dan masyarakat sipil lainnya lebih peka terhadap saudara-saudari kita yang sakit. Jika setiap orang adalah saudara, terlebih lagi orang yang lemah, yang menderita dan yang membutuhkan perhatian, maka mereka harus menjadi pusat perhatian kita, sehingga tak seorangpun dari mereka merasa dilupakan atau dipinggirkan. Karena sesungguhnya: "Tolok ukur kemanusiaan pada dasomya ditentukan oleh kaitan antara penderitaan dengan si penderita. Hal ini berlaku baik bagi individu maupun masyarakat. Suatu masyarakat yang tak mampu menerima para penderita dan tak mampu berbagi derita dengan mereka dan berbelas-kasih terhadap mereka, adalah masyarakat yang bengis dan tidak manusiawi" (Ensiklik "Spe Salvi", No. 38). Semoga aneka inisiatif yang dirancang oleh masing-masing keuskupan pada peringatan ini menjadi suatu pendorong dan semakin efektif dalam memberi perhatian kepada mereka yang menderita, termasuk dalam konteks peringatan akbar yang akan dilangsungkan di tempat peziarahan gua Maria di Altotting, Jerman pada tahun 2013 nanti.
2011021122563539358.jpg
Add caption
1. Saya masih ingat ketika dalam serangkaian kunjungan pastoral ke Turin, saya dapat berhenti sejenak dalam refleksi dan doa saya di depan kain Kafan Suci, di hadapan Wajah yang menderita, yang mengundang kita untuk merenungkan Diri-Nya, yang mau menerima beban derita manusia dari setiap jaman dan tempat, bahkan penderitaan kita, kesulitan-kesulitan kita, dosa¬dosa kita. Betapa banyak orang beriman sepanjang sejarah telah mengunjungi kain kafan, yang digunakan untuk membungkus tubuh seorang yang disalibkan, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Injil yang telah disampaikan kepada kita tentang penderitaan dan wafat Yesus! Merenungkan hal ini adalah suatu undangan untuk merefleksikan apa yang ditulis oleh St. Petrus : "Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh" (1 Petrus 2:24).
Putera Allah telah menderita, la telah wafat, tetapi la telah bangkit kembali. Memang benarlah demikian karena melalui peristiwa-peristiwa tersebut luka-lukaNya menjadi tanda penebusan, pengampunan dan perdamaian kembali kita dengan Bapa. Namun demikian peristiwa derita, wafat clan kebangkitan tersebut sekaligus juga menjadi ujian iman bagi para Murid dan iman kita. Setiap kali Tuhan berbicara tentang penderitaan dan wafat-Nya, para murid tidak dapat mengerti, mereka menolaknya dan menyangkalnya. Bagi mereka, sama dengan bagi kita, penderitaan itu selalu penuh dengan misteri, sulit untuk kita terima dan kita tanggung. Sebab peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di Yerusalem dalam hari-hari itu, membuat dua orang Murid dari Emaus berjalan dengan hati sedih, dan hanya ketika Dia yang bangkit berjalan bersama dengan mereka, maka terbukalah mereka terhadap pemahaman yang baru (bdk. Lukas 24:13-31). Bahkan Rasul Thomas sendiri menunjukkan kesulitannya untuk meyakini jalan penebusan melalui penderitaan : "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya don sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya" (Yoh.20:25). Namun sebelum Yesus menunjukkan luka¬luka-Nya, jawaban-nya (rasul Thomas) telah berubah menjadi sebuah pernyataan iman yang mengharukan: "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yoh. 20:28). Apa yang pada awalnya merupakan halangan besar, sebab hal ini merupakan tanda kegagalan Yesus yang nyata, menjadi bukti cinta yang begitu kuat, berkat perjumpaan dengan Dia yang telah bangkit: "Hanya Allah yang mengasihi kita sampai berani menanggung bagi diri-Nya luka-luka don penderitaan kita, khususnya penderitaan yang bukan karena kesalahan-Nya sendiri, Allah semacam itulah yang pantas diimani" (Pesan Urbi et Orbi, Paskah 2007).
2. Saudara-saudari yang sedang sakit dan menderita, alangkah baik sekali bahwa melalui penderitaan Kristus kita dapat melihat, dengan mata pengharapan, semua kejahatan yang menimpa umat manusia. Berkat kebangkitan-Nya, Tuhan tidak menyingkirkan penderitaan dan kejahatan dari dunia, melainkan Dia telah menaklukan derita dan kejahatan itu dari akarnya. Keangkuhan kejahatan Dia lawan dengan keagungan kasih-Nya. Oleh karena itu, la menunjukkan kepada kita bahwa jalan menuju kedamaian dan sukacita adalah Kasih: "Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh.13:34). Kristus, sang Pemenang atas maut, hidup dan tinggal di tengah-tengah kita. Dan bersama St. Thomas kita berkata : "Ya Tuhanku don Allahku!" Marilah kita mengikuti Tuhan yang selalu siap untuk mempersembahkan hidup kita bagi saudara¬-saudara kita (1Yoh.3:16), menjadi pembawa kabar sukacita tanpa takut akan penderitaan. Inilah sukacita Kebangkitan.
St. Bernardus pernah mengatakan: “Allah tidak dapat menderita, tetapi la dapat menderita bersama." Allah, yang adalah Kebenaran dan Kasih dalam diri manusia, berkenan menderita bagi clan bersama dengan kita. la menjadi manusia supaya dapat menderita bersama dengan manusia dalam arti yang sebenarnya, dalam darah dan daging. Oleh karena itu, Dia telah masuk dalam diri seorang Manusia untuk berbagi dan menanggung derita bagi setiap penderitaan manusia. la menawarkan pengiburan terhadap semua penderitaan, suatu penghiburan karena keterlibatan kasih Allah, yang membuat bintang pengharapan bersinar (bdk. Ensiklik "Spe Solvi" 39).
Saya ulangi sekali lagi pesan ini kepada kamu, Saudara dan Saudari, supaya kamu menjadi saksi akan hal ini melalui derita, hidup dan imanmu.
3. Sambil menanti pertemuan di Madrid, Agustus 2011, pada perayaan Hari Kaum Muda Sedunia, saya juga akan menyampaikan suatu refleksi khusus bagi kaum muda, terutama mereka yang pernah mengalami penderitaan penyakit. Seringkali, Penderitaan dan Salib Yesus menyebabkan ketakutan, karena seolah-olah menjadi penyangkalan terhadap kehidupan. Kenyataannya justru sangat berlawanan! Salib adalah Jawaban "ya" dari Allah bagi umat manusia, suatu ungkapan tertinggi clan terdalam kasih Allah, cumber yang mengalir untuk kehidupan kekal. Dari hati Yesus yang terluka, hidup ilahi mengalir. la sendiri sanggup membebaskan dunia dari kejahatan dan menjadikan Kerajaan-Nya: kerajaan keadilan, perdamaian dan kasih tumbuh, kerajaan yang kita semua cita-citakan. (bdk. Pesan untuk Hari Kaum Muda Sedunia 2011, no. 3).
bitmap-10.jpgKaum muda yang terkasih, belajarlah "melihat" dan "menjumpai" Yesus di dalam Ekaristi, di mana la hadir bagi kita secara nyata, yang menjadikan diri¬Nya makanan untuk perjalanan kita, tetapi ketahuilah bagaimana mengenal dan melayani Dia, yaitu di dalam diri saudara-saudara yang miskin, sakit, menderita dan dalam kesulitan, juga yang membutuhkan bantuanmu (bdk. Ibid, no. 4). Bagi kamu semua hai kaum muda, baik yang sakit maupun yang sehat, saya ulangi lagi undangan untuk membangun jembatan kasih dan solidaritas, supaya tidak seorangpun merasa sendirian, melainkan dekat dengan Allah dan menjadi bagian dari keluarga besar anak-anak-Nya (bdk. Audiensi Umum, 15 November 2006)
4. Ketika merenungkan bilur-bilur Yesus, kita arahkan pandangan kita kepada Hati-Nya yang Mahakudus di mana kasih Allah dinyatakan dengan cara yang paling agung. Hati Tersuci adalah Kristus yang tersalib, dengan lambung-Nya tertembus oleh tikaman tombak, dari sanalah darah dan air mengalir (bdk. Yoh. 19:34): "simbol Sakramen-sakramen Gereja, sehingga semua orang yang ditarik kepada hati Sang Juru Selarnat, boleh minum dari sumber air keselamatan abadi" (Missa Romawi, Prefasi Hari Raya Hati Kudus Yesus). Khususnya kamu semua yang sedang menderita sakit, hendaknya merasakan betapa dekatnya dengan Hati Kudus Yesus yang penuh kasih dan ambilah air dari mata air ini dengan iman dan sukacita, sambil bercloa : “Air lambung Kristus, bersihkanlah aku. Sengsara Kristus, kuatkanlah aku. 0 Yesus yang baik, dengarkanlah aku. Dalam luka-luka-Mu, sembunyikanlah aku" (doa St. Ignatius Loyola).
5. Mengakhiri pesan saya untuk Hari Orang Sakit Sedunia ini, saya ingin mengungkapkan kasih saya bagi setiap orang, sambil merasakan keterlibatan saya di dalam penderitaan dan pengharapanmu sehari-hari dalam persekutuan dengan Kristus yang tersalib dan bangkit, hingga la memberimu damai dan kesembuhan batin. Semoga bersama Kristus yang telah wafat dan bangkit, Santa Perawan Maria yang kepadanya kita mohon dengan penuh iman, selalu menjagamu karena gelarnya adalah Pelindung orang sakit dan Penghibur orang yang menderita. Di bawah kaki salib, terpenuhilah di sana nubuat Simeon: hatinya sebagai Ibu tertembus pedang (bdk. Luk. 2:35). Dari jurang penderitaannya, karena partisipasinya dalam penderitaan Puteranya, Maria dimampukan menerima misi barunya: menjadi ibu Kristus di dalam anggota-anggota (Gereja-Nya). Pada saat penyaliban, Yesus menyerahkan kepada Maria setiap murid-Nya: "Inilah anakmu" (bdk. Yoh. 19:26-27). Kasih keibuan Maria bagi Putera-nya menjadi kasih keibuan bagi setiap orang di antara kita dalam penderitaan kita sehari¬hari (bdk. Khotbah di Lourdes, 15 September 2008).
Saudara-saudari terkasih, pada Hari Orang Sakit Sedunia ini, saya juga mengundang para penguasa untuk lebih menginventasikan lagi sistem-sistem kesehatan yang dapat menyediakan bantuan dan dukungan bagi yang menderita, terlebih mereka yang paling miskin dan yang paling membutuhkan. Dan bagi semua keuskupan, saya menyampaikan salam kasih kepada para uskup, para imam, kaum religius, para seminaris, para petugas kesehatan, para sukarelawan dan semua orang yang membaktikan dirinya dengan kasih untuk merawat dan meringankan luka-luka setiap saudara-saudari yang sakit, di rumah-rumah sakit atau di panti-panti perawatan, maupun dalam keluarga. Dalam wajah-wajah orang-orang yang sakit itu, ketahuilah bagaimana agar dapat melihat Wajah di antara wajah-wajah itu: Wajah Kristus sendiri.
Saya kenangkan kamu semua dalam doa saya, seraya memberikan berkat khusus apostolik kepada kamu
masing-¬masing.
Dari Vatikan, 21 November 2010
Pada Pesta Kristus Raja Semesta Alam
Benediktus XVI
Terjemahan: Karya Kepausan Indonesia, Jl Cut Mutia 10 Jakarta
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya”
(Ul 4:32-40; Mat 16:24-28)
“Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.”(Mat 16:24-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
v Jika kita mendambakan keselamatan abadi kita diharapkan siap-sedia untuk ‘menyangkal diri dan kehilangan nyawa’, alias tidak egois, hidup dan bertindak mengikuti selera pribadi, mengikuti keinginan atau kehendak pribadi. Rasanya pada masa kini masih cukup banyak orang yang hidup dan bertindak lebih mengikuti selera atau keinginan pribadi, antara lain dapat dilihat dalam buah-buahnya yaitu tawuran, permusuhan, saling menyakiti atau membunuh. Marilah kita ‘menyangkal diri dan berani menyerahkan nyawa’ kepada orang lain melalui cara hidup dan cara bertindak kita. “Nyawa” adalah gairah, semangat, cita-cita, harapan atau dambaan, yang membuat kita sungguh hidup dinamis, bergairah dan ceria. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan antara lain dapat kita temukan dalam aneka aturan atau tatanan hidup yang terkait dengan panggilan, tugas pengutusan atau kewajiban dan pekerjaan kita masing-masing. Semua aturan dan tatanan hidup hemat saya dibuat dan diberlakukan berdasar dan dalam kasih, maka baiklah kita hayati dan sebarluaskan keutamaan kasih melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7)   
v  “Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa TUHAN-lah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia. Dari langit Ia membiarkan engkau mendengar suara-Nya untuk mengajari engkau, di bumi Ia membiarkan engkau melihat api-Nya yang besar, dan segala perkataan-Nya kaudengar dari tengah-tengah api” (Ul 4:35-36), demikian pesan kepada bangsa terpilih  yang sedang berada di dalam perjalanan menuju tanah terjanji. Kita semua juga sedang dalam perjalanan menuju ‘tanah terjanji’, yaitu hidup mulia di surga setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Di tengah-tengah perjalanan kita kiranya juga ada ‘api’ yang menerangi dan menyemangati perjalanan kita menuju ‘tanah terjanji’. Api itu antara lain nampak dalam diri sesama dan saudara-saudari kita yang hidup dan bertindak dengan bergairah, dinamis dan bersemangat karena dan oleh kasih. Marilah kita lihat dan imani apa yang mereka lakukan dan katakan, dan kemudian kita meneladan cara hidup dan cara bertindak mereka serta  menghayati aneka macam nasihat, saran dan petunjuk yang mereka katakan kepada kita. Kiranya di tengah-tengah kita cukup banyak orang yang dinamis, bergairah dan bersemangat  di dalam mengasihi atau ‘memberikan nyawa / mempersembahkan diri seutuhnya’ demi keselamatan dan kebahagiaan sesamanya. Hendaknya kita juga saling mempersembahkan diri satu sama lain dalam cara hidup dan cara bertindak kita di mana pun dan kapan pun, agar kehidupan bersama sungguh bahagia, damai sejahtera, menarik dan memikat bagi siapa pun yang menyaksikannya. Kita juga diharapkan hanya percaya kepada Allah saja serta memfungsikan aneka macam kekayaan atau milik kita sedemikian rupa sehingga kita semakin percaya kepada Allah. Aneka macam bentuk harta benda atau uang hendaknya difungsikan agar kita semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.
“Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN,
ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu
dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala
pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu. Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami? Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa “
 (Mzm 77:12-15)

J
akarta, 7 Agustus 2009
 Rm. Ignatius Sumarya, SJ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar